Etika Advokat Dalam Beracara
ETIKA ADVOKAT DALAM
BERACARA
Pada prinsipnya profesi
advokat adalah profesi kemanusiaan yang wajib menjunjung tinggi nilai-nilai hak
asasi manusia dengan tanpa membedakan status kliennya, dan oleh karenanya maka
cukup masuk akal apabila kemudian profesi ini dipandang sebagai “Officium
Nobile” atau profesi terhormat dan menempatkannya sebagai salah satu profesi
paling terkemuka di dunia.
Akan tetapi pada
pelaksanaannya banyak oknum advokat yang mencederai status “terhormat” yang
melekat pada profesinya dengan cara memberikan jasa hukum tanpa mengindahkan
etika profesi dimana pada akhirnya menimbulkan kerugian nyata bagi klien yang
dibelanya. Maraknya tindakan tidak etis seorang advokat terhadap kliennya
lambat laun membentuk citra buruk dan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap
profesi yang dikatakan mulia ini.
Kemuliaan profesi
advokat baru dapat tercermin apabila didalam tindakannya seorang advokat
senantiasa mengedepankan kepentingan hukum diatas kepentingan apapun dengan teguh
berpatokan kepada kode etik profesinya. Berikut ini akan disampaikan beberapa
contoh kode etik advokat, sebagai berikut:
1.
Advokat
Wajib Memberikan Pandangan Yuridis Yang Benar
Salah satu pelayanan
hukum yang diberikan seorang advokat adalah memberikan pendapat serta pandangan
yuridis kepada kliennya atau masyarakat pencari keadilan. Pandangan seorang
advokat yang disampaikan harus memiliki dasar yuridis yang benar sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku. Pendapat hukum yang diberikan seorang advokat
seyogyanya bersifat mencerdaskan kliennya, sehingga menjadi pelita yang
menerangi pemikiran masyarakat masyarakat awam. Advokat sedianya menyajikan
informasi hukum secara lengkap dan komprehensif dan tidak memilah-milah
informasi karena akan berakibat timbulnya kesesatan berfikir bagi masyarakat
dalam memandang hukum.
2.
Advokat
Dilarang Meninggalkan Perkara
Pada saat perkara
tengah berjalan, seorang advokat dilarang keras meninggalkan atau menelantarkan
perkara karena hal tersebut akan sangat merugikan klien yang tengah dibelanya. Mundurnya
seorang advokat dari suatu perkara hanya dimungkinkan apabila terdapat tindakan
klien yang bersifat melawan hukum. Dalam hal klien melakukan perbuatan melawan
hukum pada saat perkara sedang berjalan, maka mundurnya seorang advokat tidak
terkualifikasi sebagai tindakan menelantarkan perkara, akan tetapi bukti bahwa
seorang advokat memiliki itikad baik dalam menjalankan profesinya.
3.
Advokat
Dilarang Menangani Dua Perkara Yang Saling Berlawanan Kepentingan
Sebuah perkara pasti
timbuk sebagai akibat dari benturan kepentingan dimana didalamnya terdapat
pertentangan antara hak dan kewajiban pihak-pihak yang bersengketa. Didalam hiruk
pikuk suatu perkara, seorang advokat hanya diperkenankan menangani kepentingan
hukum salah satu pihak saja dan tidak
diperkenankan untuk memegang atau menjalankan dua kepentingan hukum yang saling
berlawanan. Tindakan advokat yang “berdiri diatas dua kaki” tentu sangat
berpotensi menimbulkan kerugian bagi kepentingan hukum kliennya.
4.
Advokat
Menetapkan Biaya Yang Wajar Dalam Memberikan Jasa Hukum
Seperti halnya profesi
lainnya, profesi advokat juga memiliki sisi bisnis yang berorientasi okonomis,
hal ini wajar dikarenakan karakteristik profesi advokat yang bebas dan merdeka
sehingga profesi advokat menjadi satu-satunya profesi penegak hukum yang tidak
berada dibawah kekuasaan pemerintah (eksekutif dan yudikatif) dan tidak
mendapatkan gaji tetap sebagaimana para aparat penegak hukum pada institusi
Kehakiman, Kejaksaan dan Kepolisian.
Sekalipun tidak
terdapat ketentuan tentang berapa besaran honorarium yang boleh diterima
seorang advokar, namun kiranya para advokat memiliki pertimbangan pantas
didalam menentukan honorarium berdasarkan prinsip-prinsip kewajaran. Sekalipun tidak
ada batasan kaku tentang nilai-nilai kepantasan dan kewajaran didalam
menerapkan jumlah honorarium, namun diharapkan seorang advokat tidak memberikan
beban pembiayaan serta honorarium berlebihan kepada kliennya.
Demikian sebagian
contoh etika profesi yang disandang seorang advokat dalam tindakannya menangani
suatu perkara. Apabila terdapat pelanggaran terhadap kode etik maka seorang
klien diperkenankan untuk mengadukan advokat kepada dewan kode etik advokat
pada organisasi tempat advokat bernaung. Semoga bermanfaat.
Terimakasih
Kata
kunci: etika, profesi, advokat, hak asasi manusia, dewan kehormatan, klien,
hukum, kode etik, organisasi, perkara, honorarium, kekuasaan pemerintah,
yuridis
Komentar
Posting Komentar